ragamjatim.id - Sebuah unggahan dari warganet yang mangulas pembayaran pajak santapan di restoran ramai tersebar di media sosial.
Unggahan pembayaran pajak santapan awal mulanya dibagikan pengguna akun media sosial X ataupun Twitter@KulineRain, Rabu( 8/ 5/ 2024).
Pengunggah melaporkan pajak yang diberlakukan dikala membeli santapan di restoran sepatutnya ditanggung oleh pihak penjual.
" Pajak santapan harusnya ditanggung owner resto bukan customer," tulisnya.
Memandang unggahan itu, warganet lain lewat akun@FOODFESS2 memberikan ulang serta mengomentari cuitan tersebut.
" Fess kira- kira masih terdapat gak ya restoran/ kafe paling utama yang di mall gak pake bayar tax ataupun service?" tulis warganet, Rabu.
Unggahan tersebut berujung perdebatan warganet tentang siapa yang sepatutnya membayar pajak santapan, apakah pembeli ataukah penjual alias sang owner resto.
Pembayaran pajak makanan
Ekonom dari Universitas Gadjah Mada( UGM), Artidiatun Adji mengatakan, pembayaran pajak santapan di restoran dapat dibebankan ke pembeli ataupun penjual.
" Dari sisi economic incidence of tax, siapa yang actually membayar beban pajak, it does not matter( tidak permasalahan) apakah pajak santapan dibayarkan oleh owner restoran ataupun pembeli makanannya," tutur ia, dikala dihubungi Kompas. com, Jumat( 10/ 5/ 2024).
Makna melanjutkan, penentuan harus pajak ataupun pihak yang berkewajiban bayar pajak didetetapkan oleh elastisitas permintaan serta penawaran dari pasar santapan.
Permintaan santapan elastis merupakan kala peningkatan harga satu persen mengakibakan penyusutan jumlah santapan yang dibeli jadi lebih dari satu persen.
Kebalikannya, permintaan santapan tidak elastis ataupun inelastis merupakan kala satu persen peningkatan harga menyebabkan penyusutan jumlah santapan yang dibeli kurang dari satu persen.
Makna mengatakan, permintaan santapan yang elastis membuat owner restoran hendak membayar lebih banyak bagian pajak dibanding pembeli.
Di samping itu, penawaran santapan yang elastis membuat pembeli membayarkan pajak lebih banyak daripada penjual.
Penawaran santapan lebih elastis merupakan kala peningkatan harga satu persen menyebabkan peningkatan jumlah santapan yang ditawarkan jadi lebih dari satu persen.
" Apabila penawaran santapan lebih elastis daripada permintaan santapan, hingga konsumen hendak membayar lebih banyak beban pajak dibanding dengan konsumen," tambah ia.
Tidak cocok peraturan
Lebih lanjut, Makna menegaskan pihak yang membayarkan pajak santapan tergantung pada kekuatan pasar antara penjual serta pembeli.
" Perihal ini terjalin walaupun misalnya statutory incidence, siapa yang membayar beban pajak bagi UU ataupun regulasi merupakan owner restoran," ucap ia.
" Owner restoran bisa pass along( membagikan) sebagian dari beban pajak tersebut kepada konsumen," lanjutnya.
Keadaan inilah, tegas Makna, yang membuat pembayaran beban pajak bergantung kekuatan pasar, terpaut elastisitas permintaan serta elastisitas penawaran.
Ia mencontohkan, permintaan santapan mahal tidak elastis. Pergantian biayanya tidak mempengaruhi jumlah permintaan dari konsumen yang senantiasa beli tanpa mencermati biayanya.
" Buat permintaan yang inelastis( tidak elastis), penjual lebih dapat pass along beban pajak kepada konsumen," imbuh Makna.
Sedangkan santapan warung, permintaannya elastis. Pembeli di warung hendak kurangi jumlah santapan yang dibeli jika biayanya naik. Sebab itu, pajaknya ditanggung penjual.
" Yang berarti merupakan economic indicence of tax, siapa yang sesungguhnya membayar beban pajak berbentuk peningkatan harga," pungkasnya.